Selasa, 06 Agustus 2013

Orang Puasa Selalu Membuat Sejarah

Posted by urais_kulonprogo On 14.37 | No comments
Oleh : Achmad Hanif, S.Ag.


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” #QS.Al-Baqarah(2):183#

Puasa mengajarkan, bahwa kita adalah mahluk sejarah yang berperan aktif dalam pembentukan sejarah kehidupan manusia. Manusia bukanlah sosok yang tiba-tiba datang dari langit yang kemudian datang ke bumi atau sosok yang datang dari suatu tempat yang tidak diketahui latar belakangnya sehingga kita tak perlu peduli tentang apa yang akan diperbuatnya dimasa mendatang, dan bukan pula sosok yang kemudian tanpa jati diri dan dicitrakan dengan mengidentikkan umat Islam adalah teroris sebagaimana yang dituduhkan saat ini. Semua tuduhan negatif itu mungkin bisa terjadi kalau umat Islam itu tidak memiliki latar belakang sejarah yang jelas. Umat Islam adalah ummat yang memiliki jati diri dan sejarah yang jelas. Makanya seseorang itu tidak bisa dikaitkan secara langsung dengan Islam seandainya prilakunya sangat jauh (tidak sesuai) dengan prilaku standar sejarah umat Islam dimasa lalu.
Dalam QS.Al-Baqarah ayat 183-184 Allah SWT berfirman bahwa penerapan kewajiban adanya puasa di bulan Ramadhan ini adalah kewajiban yang telah terjadi sebelum anda. Anda(kum) bisa bermakna dua, pertama anda bermakna masyarakat Rasulullah SAW yang dahulu mendapatkan wahyu Allah SWT saat itu, dan karenanya bermakna umat-umat beragama sebelum datangnya Islam, ada agama Yahudi, Nasrani, (Yahudi dan Nasrani yang benar) dan mengenal pensyariatan puasa, meskipun bentuknya berbeda dengan pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Tapi secara prinsip syariat puasa telah diperintahkan oleh Allah SWT. Ini juga mengkaitkan bahwa sesungguhnya agama Islam bukanlah agama yang ingin tampil asal beda, tapi agama Islam adalah agama yang siap melanjutkan hal-hal yang positif pada ajaran-ajaran agama Samawi yang sebelumnya. Karenanya Islam juga melanjutkan agenda Allah yang besar seperti prinsip tauhid (keesaan Allah). Karenanya Islam juga mengakui ajaran kenabian seperti dalam ajaran agama samawi lainnya. Islam juga mengakui adanya ajaran kitab suci, Islam juga mengajarkan tentang pentingnya ahlaq, dan lain-lain.
Yang jelas Islam ini bukanlah agama jadi-jadian yang tidak jelas jati diri dan latar belakang sejarahnya atau agama asal beda. Tapi Islam adalah agama yang melanjutkan ajaran-ajaran positif yang telah dibawa oleh agama samawi sebelum Islam, yang termasuk didalamnya adalah ibadah saum di bulan Ramadhan. Jadi jika minqoblikum disini diartikan sebagai umat nabi Muhammad, maka ummat nabi Muhammad (umat Islam) ini adalah yang melanjutkan peran sejarah yang dahulu pernah dilakukan oleh umat sebelum Islam dengan adanya perbaikan karena sudah adanya perubahan-perubahan dari agam tauhid yang dahulu dibawa oleh nabi Ibrahim AS, Musa AS dan Isa AS. Al-Qur’an menyebutkan bahwa nabi Ibrahim itu bukanlah seorang Yahudi, Nasrani bukan pula orang musyrik tapi dia adalah seorang muslim yang hanif (lurus). Begitu juga dengan nabi Musa AS dan nabi Isa AS.
Minkoblikum juga bisa berarti kita sekarang ini, saya dan anda semuanya. Kita telah diwajibkan Allah berpuasa sebagaimana generasi-generasi sebelum kita. Ayah kita, kakek kita, buyut kita dan seterusnya. Maknanya adalah bahwa dinamika tradisi berpuasa melanjutkan peran sejarah itu telah dilakukan oleh merek-mereka yang hidup sebelum kita sampai kepada nabi Muhammad SAW. Apakah yang mereka lakukan? Dalam konteks perjalanan sejarah mereka tidak pernah menjadikan puasa ini sebagai bulan untuk bermalas-malasan. Sebab sejarah tidak bisa dibuat dengan bermalas-malasan. Kalaupun ada adalah sejarah kaum pemalas. Tidak ada penemuan-penemuan, produk-produk, bisnis unggul yang muncul dari para pemalas. Kita semua akan sukses bisnis, sukses kerja karena menghargai waktu, menghargai profesionalitas, menghargai jati diri, bekerja secara efektif dan efesien dan memahami bahwa kita bisa menyumbangkan (menghasilkan) sesuatu. Itulah karakter yang dilakukan oleh orang-orang berpuasa dan bias membentuk sejarah.
Kemalasan bukanlah karakter generasi Rasulullah dan para sahabat yang telah berhasil menoreh sejarah gilang-gemilang. Puasa Rasulullah dan para sahabat adalah puasa yang senantiasa diisi oleh pelaksanaan amal soleh berlipat ganda. Rasulullah dikenal sebagai tokoh serba positif, simpatik, proaktif kepada hal-hal yang membawa kepada kebaikan dan berusaha kuat menghalau segala kenegatifan. Hal ini bisa terlihat dari kesigapan Rasulullah dalam menghadapi rongrongan kafir Quraisy yang terkenal dengan perang Badar.
Dalam perang Badr ini terdapat dua peristiwa penting, pertama, terjadinya Al-furqon yakni membedakan mana orang yang komitmen dengan kebenaran dan mana orang masih komitmen dengan kedzaliman. Dalam jihad di Badr terlihat jelas mana orang komitmen kepada Islam dan mana orang memusuhi Islam termasuk kaum munafik yang menjadi musuh dalam selimut. Yang terpenting dari Peristiwa Badr ini memunculkan sebuah ungkapan dalam ilmu hadist masih dipertanyakan keabsahannya, sekalipun dalam tingkat makna tidak salah. Kita baru saja pulang dari jihad kecil (perang Badr) menuju jihad yang paling besar yakni jihad melawan hawa nafsu. Tidak mungkin ungkapan ini muncul dari para pemalas, karena pemalas mendewakan hawa nafsunya. Puasa bukanlah hanya sekedar memindahkan waktu makan, atau kegitan rutinitas tahunan, tapi puasa ini diharapkan bisa memunculkan kesadaran jati diri bahwa masing-masing kita bisa membuat sejarah baru.
Ketika seseorang telah benar-benar mampu melawan hawa nafsunya maka ia akan mampu meninggalkan kemalasan, dan menghilangkan sifat rakus dalam dirinya dan mampu meninggalkan sifat korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat negeri ini semakin carut-marut. Maka ketika semua sifat negatif bisa dihilangkan dengan mengendalikan hawa nafsunya maka pada hakekatnya dia sedang membangun fondasi kokoh untuk membuat babak sejarah baru peradaban manusia. Ketika seseorang sedang melakukan puasa di bulan Ramadhan ini berarti dia sedang melakukan jihad besar yakni sedang melawan hawa nafsunya. Jangan sampai kata jihad ini diidentikkan dengan sesuatu yang menyeramkan saja. Yang berkembang sekarang seolah-olah jihad itu identik dengan pedang terhunus menyeramkan. Kita sebagai mahluk sejarah dimulai oleh ucapan Rasulullah dengan ungkapan kita sesungguhnya sedang melakukan jihad akbar yakni memerangi hawa nafsu. Orang berpuasa pada hakekatnya sedang menyambungkan hubungan dengan dzat Yang Maha Agung, Maha Kaya, Maha Sempurna, dan begitu juga ketika seseorang sedang mengumbar hawa nafsunya pada hakekatnya dia sedang menyambungkan hubungan dengan Syaithan, serba rendah, lemah dan hina dina. Inilah dua kondisi hubungan yang kontradiktif dan membawa kepada dua konsekuwensi berbeda. Orang berhubungan dengan yang baik dia akan kecipratan kebaikan dan orang yang berhubungan dengan orang jelek dia juga akan kecipratan kejelekannya. Bila jihad besar melawan hawa nafsu ini bisa dilakukan maka Insya Allah akan terbentuklah sejarah peradaban baru (masyarakat madani) yang diidam-idamkan.
Kedua, kesadaran untuk membuat sejarah peradaban baru ini juga akan muncul selain dengan jihadun nafs adalah melalui seperti dalam teologi tugas kemanusiaan. menyimpulkan bahwa sesungguhnya tugas utama manusia itu ada tiga, pertama, merealisasikan ubudiyah kepada Allah SWT sehingga hubungan kita sangat dekat dan menjauhi dari godaan syaithan, kedua, memakmurkan kehidupan (imaroh), ketiga, memunculkan regenerasi bagi umat yang baru (khilafah fil ardi). Pemahaman sejarah seperti ini akan membawa kita pada kesadaran bahwa apa yang kita lakukan saat ini adalah akan sangat bermanfaat bagi generasi mendatang. Kalau dahulu Rasulullah SAW dengan aktifitas berislamnya telah mampu memunculkan sebuah karsa dan karya luar biasa hebat, ketika beliau telah mampu membebaskan Ka’bah dari belenggu dan lingkaran berhala yang sangat banyak dan terjadi pada bulan Ramadhan pula, sehingga saat kita semua shalat menghadap kiblat/ka’bah telah terbebas dari patung itu, sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita bahwa prilaku pada suatu bangsa(masa) akan berdampak kepada generasi berikutnya. Kita bisa membayangkan kalau Rasul gagal membebaskan Ka’bah dari berhala-berhala itu, bagaimana kita bisa menimbulkan ketauhidan yang benar kalau shalat kita menghadap kepada kiblat dipenuhi kemusrikan. Setelah berhasil membersihkan ka’bah dari berhala, Rasul kemudian tidak merubahnya dari bentuk yang berkaitan dengan kehidupan sosial pada masa itu, kemudian ia berkata kepada Aisyah : Kalaulah bangsamu bukan bangsa yang terlepas dari hubungan kejahiliyahan maka Ka’bah ini pasti akan aku rubah secara total dan akan aku kembalikan kepada aslinya seperti saat pertama dibangun oleh nabi Ibrahim AS. Hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah SAW karena mempertimbangkan sosiologi masyarakat Mekkah saat itu. Karenanya dalam upaya memunculkan sejarah baru memahami sosiologi masyarakat kita adalah merupakan sebuah hal yang niscaya. Kita tidak bisa membayangkan apabila kita berusaha memunculkan sejarah baru dalam kehidupan ini, ingin memakmurkan dunia ini, kemudian kita melepaskan diri dari faktor social kita, itu merupakan hal yang tidak mungkin.
Upaya kita untuk menyadari bahwa kita punya tugas sejarah bisa dilakukan melalui peran individual kita dengan memunculkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan, dan bermanfaat bagi generasi mendatang. Dan itu semua adalah faktor social. Kita khawatir di era reformasi ini, yang sebagian pejabatnya mengatakan tak usah pusing-pusing lah tambah utang saja dan ngutang terus, kan yang bayar nanti bukan kita tapi adalah generasi mendatang. Itulah pikiran destruktif yang bisa membebani dan menghancurkan generasi mendatang. Seharusnya negara kaya raya ini harus makmur bukan malahan seperti tikus mati di lumbung padi. Seharusnya kita berpikir seperti negara Sudan, meskipun negaranya diembargo, tapi dia mampu bangkit dan hidup mandiri dan rakyatnya lebih sejahtera. Puasa adalah traning langsung dari Allah SWT untuk mempersiapkan orang-orang yang akan membuat sejarah baru kehidupan. Berulang kali kita melakukan saum Ramadhan, maka mudah-mudahan pada tahun ini kita bisa memaksimalkan peran sejarah kita.





---oooOooo---

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA